Senin, 27 Oktober 2008

Akmal Adukan Roy Suryo ke Polisi

* Ini Sangat Tendensius

Oleh: Suprizal Yusuf - Serambi

BANDA ACEH - Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Akmal Ibrahim SH dan istrinya, Ida Agustina, melalui kuasa hukum mereka dari Farza Lawfirm, melaporkan pakar telematika, KRMT Roy Suryo Notodiprojo, ke Poltabes Banda Aceh, Senin (27/10) pukul 16.30 WIB.

Akmal mengadukan pria Jawa berdarah ningrat itu karena dinilai telah mencemarkan nama baiknya dengan membeberkan foto pribadinya ke khalayak ramai, sekaligus menyatakan bahwa wanita dalam foto tersebut bukan istri Akmal.

“Klien kami telah difitnah dan tercemar nama baiknya akibat Roy Suryo berbicara berdasarkan fakta-fakta sumir kepada pers di Banda Aceh, tadi pagi,” ungkap J Kamal Farza SH kemarin sore, usai melaporkan Roy Suryo di Mapoltabes Banda Aceh. Saat itu, Kamal Farza didampingi pengacara lainnya, yakni Imran Mahfudi SH, Nurul Ikhsan SH, dan Nashrun Marzuki SH.

Roy Suryo pagi kemarin berbicara kepada wartawan, tokoh masyarakat, mahasiswa, anggota DPRK Abdya di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh. Yang dibicarakan disertai visual yang disorotkan dari infocus ke sebuah layar (screen) adalah foto Akmal bersama seorang wanita yang sempat tersebar dan menghebohkan beberapa waktu lalu. Bahkan kasus penyebaran foto mesra tersebut tengah diproses secara hukum oleh aparat Polres Persiapan Abdya.

“Selaku pakar telematika, seharusnya Roy Suryo tahu bahwa analisa yang dilakukannya itu berdasarkan materi yang sumir dan hasilnya amat tendensius, bahkan dapat merusak nama baik klien kami,” jelas Kamal Farza lagi.

Kepada wartawan, sebelumnya, Roy mengaku bahwa dia menyimpulkan Akmal Ibrahim dalam foto dari ponsel tersebut adalah dengan perempuan yang bukan istrinya berdasarkan dua foto pembanding yang dimilikinya. Berdasarkan dua foto pembanding, yang tidak diperlihatkan kepada pers, Roy menyebutkan bahwa perempuan yang fotonya ada di ponsel yang beredar luas di Abdya belum lama ini bukanlah Ida Agustina, istri Akmal. Dasarnya adalah warna kulit dan alis perempuan di foto ponsel, berbeda dengan dua foto Ida yang ada pada Roy.

“Roy telah melakukan jump to conlusion, menyederhanakan masalah dan langsung melompat pada kesimpulan akhir yang merugikan klien kami. Padahal, dia belum benar-benar teliti dan melakukan analisa sekenanya terhadap foto dari ponsel tersebut,” ungkap Kamal Farza lagi, seraya mempertanyakan kompetensi Roy Suryo dalam mengidentifikasi atas keberadaan kliennya di foto koleksi pribadi tersebut.

Karena kasus penyebaran foto dari ponsel milik kliennya itu sedang ditangani pihak kepolisian di Abdya, maka Kamal Farza minta semua pihak menahan diri, agar masalah tersebut dapat lebih jelas nantinya. “Janganlah kita mereka-reka sesuatu, hingga orang lain menjadi korban dan menjurus pada fitnah,” tambahnya.

Di samping itu, Kamal mengatakan Roy Suryo melakukan identifikasi terhadap orang yang ada di foto tersebut bukan berdasarkan keahliannya. Sebab, yang bersangkutan adalah ahli telematika, sehingga yang bisa dianalisa apakah foto itu asli atau rekayasa. “Untuk mengidentifikasi orang saja harus dilakukan melalui tes DNA. Kalau cuma lewat alis dan warna kulit yang ada di foto itu menjadi patokannya, ini kan sangat lemah,” tandasnya.

Dalam laporan itu Roy Suryo adalah pria kelahiran Yogyakarta 18 Juli 1968 beralamat di Jalan Magelang Km 5, Kavling Bima Nomor 8 Yogyakarta.

Sangat tendensius

Sementara itu, Bupati Akmal Ibrahim menilai konferensi pers yang menghadirkan Roy Suryo sangat tendensius dan bertujuan politik ketimbang sebuah upaya mencari kebenaran.

Akmal menduga, foto pembanding yang dianalisis adalah wanita lain, bukan istrinya, sehingga hasilnya juga beda.

Dalam konferensi pers itu juga hadir sekitar 20 tokoh yang berseberangan secara politik dengan dirinya sejak pilkada lalu, sehingga tujuannya amat mudah ditebak. Adapun yang hadir, antara lain, Ketua DPRK Abdya Said Syamsul Bahri, Wakil Ketua DPRK RS Asmadi, dan tiga anggota dewan, yaitu Munir H Ubit, Nurhakim, dan Zulkifli Nyak, serta M Nafis A Manaf (mantan Sekda

Abdya). Selain itu, Datok Razali NG, Biaya Kamal, Mudji Budiman, T Darmansyah SH, RS Darmansyah, dan Syafaruddin Thaleb.

“Saya dan istri sempat bicara langsung dengan Roy Suryo seusai konferensi pers. Dia mengaku foto itu asli. Namun, dia tidak tahu mana istri saya. Pertama, karena tak pernah bertemu muka. Dia hanya menganalisa foto yang diberikan padanya oleh orang lain. Masalahnya foto wanita mana yang diberikan padanya sebagai foto pembanding, dia tidak tahu. Banyak wartawan dan mahasiswa juga kecewa berat karena Roy tidak memperlihatkan foto pembanding itu dalam konferensi pers,” kata Akmal yang memantau konferensi pers itu dari Jakarta.

“Terakhir Roy sepakat bertemu dengan saya dan istri bila dia balik ke Yogyakarta agar keterangannya tidak menjadi sumber fitnah baru,” tambah Akmal.

Persoalan lain jelas Akmal tidak mudah mendatangkan Roy Suryo ke Aceh. Butuh waktu dan biaya. Apalagi konferensi persnya di Hotel Hermes Palace. “Butuh anggaran besar untuk semua itu. Karena itu, dalam acara tersebut sponsornya tampak pengusaha rotan Cirebon, Zainuddin Daud, mantan Sekda M Nafis A Manaf, Ketua DPRD Said Syamsul Bahri dan sejumlah pengusaha kalah tender,” jelas Akmal. Artinya, acara itu memang sudah di-setting sedemikian rapi, bupati saja tidak sanggup menyewa Hotel Hermes kalau ada acara,” tambahnya.

“Pak Zainuddin adalah Ketua Solidaritas Warga Abdya di Jakarta (Swadaya). Dulu beliau mendukung salah satu kandidat, namun kalah. Belakangan beliau merayu orang lain untuk menjadi wakil kalau saya jatuh. Roy berkali-kali mengaku yang membiayai beliau datang adalah Swadaya. Pak Sayed Ketua DPRD mungkin beliau marah, karena gagal memaksa saya memberi HGU ribuan hektare atas namanya. Sebab, saya sudah mengumumkan seluruh tanah negara untuk kebun rakyat, sehingga masalah itu menimbulkan konflik baru,” tambah Akmal.

“Nafis sendiri mantan sekda yang saya berhentikan. Dalam kasus penyebaran foto pribadi Bupati Abdya oleh anak kandungnya, sehingga sudah di DPO oleh polisi. Anak yang numpang tinggal di rumah beliau juga terlibat, sehingga sudah ditahan polisi. Ini memang bukan soal kebenaran atau demi rakyat, tapi murni soal kepentingan elite,” kata Akmal yang berharap ada organisasi nonpolitik yang melakukan pemeriksaan secara komprehensif.

Akmal juga mendapat laporan, setelah konferensi pers, mereka langsung memakai keterangan Roy Suryo untuk memprovokasi masyarakat untuk melakukan demo besar-besaran. Tujuannya bukan untuk menegakkan hukum, atau mencari kebenaran, tapi untuk memaksa bupati turun.

Skenario ini, katanya, sudah dimatangkan sedemikian rupa. “Lihat saja nanti beberapa hari kedepan pasti ada demo. Tujuannya cuma satu Akmal turun. Soalnya kursi bupati itu telah menyilaukan mata mereka. Sebab, kalau saya bupati mereka tak bisa apa-apa,” kata Akmal dengan candanya.

Kecuali soal foto pembanding dan aktor sarat kepentingan yang bermain dalam kasus itu, Akmal juga melihat konferensi pers Roy Suryo tidak punya nilai hukum, apalagi kebenaran. Dalam hukum katanya keterangan ahli berstatus bukti penunjuk atau bukan bukti utama. Bahkan, bukti petunjuk harus didukung dulu oleh minimal dua bukti lain, serta harus dikemukakan dalam proses penegakan hukum, terutama di pengadilan.

“Jadi, apa maksud konferensi pers itu, kalau secara hukum bobotnya nol. Namun, secara politis jelas memfitnah untuk memperkeruh suasana,” kata Akmal yang juga pernah berpraktik sebagai pengacara. “Itu sebabnya saya menyerahkan semua masalah ini ke pengacara karena keinginan menghormati hukum,” tambahnya.

Beberapa kalangan menduga keinginan barisan sakit hati ini, disemangati oleh pernyataan Akmal yang akan mundur bila wanita di dalam foto tersebut bukan Ida Agustina, istrinya sendiri. Untuk membuktikan itu bukan istrinya, kelompok ini berusaha keras termasuk membiayai konferensi pers tersebut dengan harapan Akmal dapat dipaksa mundur.

Terhadap hal ini Akmal menyatakan tetap konsisten. Dia akan mundur bila terbukti itu bukan istrinya. Tapi, menurut Akmal, semuanya harus dibuktikan secara hukum, baik hukum positif maupun hukum Islam. “Jangan dengan cara yang penuh intrik dan melanggar hukum, itu malah menzalimi saya dan keluarga. Ini akan kacau-balau. Mereka juga bilang anak saya memotret foto itu umur tiga tahun, sehingga terkesan irasional. Yang benar anak saya umurnya sepuluh tahun atau kelas empat SD. Saya lelah menghadapi kemunafikan yang selalu memutarbalikkan fakta seperti ini,” kata Akmal.

Kepada warga Abdya, Akmal berharap tidak mudah diprovokasi oleh pihak mana pun. Dilihat dari cara yang sistemik seperti itu, Akmal yakin segera ada provokasi untuk demo dari kelompok ini. “Kalau pemerintah saya korup, atau ada program yang gagal saya bangga didemo. Tapi kalau karena gendang kepentingan kursi jabatan atau barisan orang yang tidak dapat proyek saya didemo, tentu saya akan sedih juga,” kata Akmal yang yakin bahwa rakyat Abdya yang merasakan besarnya perubahan di sana cukup cerdas memahami situasi ini.

Sumber: http://www.serambinews.com/old/index.php?aksi=bacaberita&beritaid=57550&rubrik=1&kategori=2&topik=16

Tidak ada komentar: