Rabu, 29 Oktober 2008

KY ’Endus‘ Mafia Peradilan di Aceh

Oleh: Zainal Arifin - Serambi

BANDA ACEH - Rombongan Komisi Yudisial (KY), mulai Rabu sampai Kamis (29-30/10), melaksanakan serangkaian kegiatan menyerap aspirasi publik di Aceh. Kunjungan ini terkait dengan upaya KY dalam memberantas mafia peradilan, di Aceh khususnya dan Indonesia pada umumnya.

“Kunjungan kami ke sini untuk menjalin silaturrahim, sekaligus menjajaki kerjasama demi kepentingan penegakan hukum, terutama dalam kaitan pemberantasan mafia peradilan,” ujar anggota KY, Soekotjo Soeparto SH LLM, dalam pertemuan dengan jajaran pimpinan Redaksi Harian Serambi Indonesia, di Banda Aceh, Rabu (29/10).

Soekotjo didampingi Sekjen KY, Drs Muzayyin Mahbub MSi, Ir Andi Djalal Latief MS, (staf KY Bidang Pusat Data dan Pelayanan Informasi), tim media KY, serta dua aktivis LBH Banda Aceh, selaku jejaring KY di Aceh. Rombongan diterima oleh Pemimpin Redaksi Serambi Indonesia, Mawardi Ibrahim, didampingi Yarmen Dinamika (Redaktur Pelaksana), Bukhari M Ali (Sekretaris Redaksi), Ismail M Syah (Manajer Produksi), serta Zainal Arifin M Nur (Redaktur Polkam).

Kunjungan rombongan KY ke Aceh dilaksanakan dalam rangka konsultasi publik dengan tema “Mendorong Partisipasi Masyarakat untuk Penguatan Fungsi dan Kewenangan Komisi Yudisial dalam Memberantas Mafia Peradilan.” Kegiatan konsultasi publik itu dilaksanakan Kamis (30/10) hari ini, di Hotel Oasis, kawasan Lueng Bata, Banda Aceh. Sejumlah narasumber dari KY, anggota DPR RI, dan LBH Banda Aceh, akan hadir memaparkan makalah dalam acara tersebut. Soekotjo mengatakan, upaya pemberantasan mafia peradilan merupakan salah satu tugas penting yang diemban KY agar hukum bisa tegak dan memberikan keadilan bagi masyarakat. Sebelum datang ke Aceh, kata Soekotjo, pihaknya telah mempelajari beberapa contoh kasus proses hukum di Aceh yang disinyalir bermasalah.

“Ini (dugaan mafia peradilan) bukan hanya terjadi di Aceh, tapi juga di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan kalau di Jakarta sampai ada istilah penjual lem (pihak yang membuat kasus tertahan di suatu proses), dan penjual perangko (pihak yang mendorong bahkan mengantar sendiri suatu berkas perkara agar cepat diproses),” ungkap Soekotjo.

Sekjen KY, Muzayyin Mahbub menambahkan, dalam upaya pemberantasan mafia peradilan ini, KY sangat membutuhkan dukungan dari semua elemen masyarakat. Atas dasar itu, mereka harus menjalin kerja sama yang erat dengan LSM, perguruan tinggi, serta insan pers. “Kita sedang membangun jejaring dengan seluruh elemen masyarakat. Tanpa dukungan pers, KY tidak bisa berbuat banyak,” ujar Muzayyin.

Investigasi

Menjawab tentang bentuk upaya yang dilakukan KY dalam memberantas mafia peradilan, Soekotjo Soeparto mengatakan, terkait hal itu, KY telah beberapa kali menerjunkan staf yang punya kemampuan investigator, untuk melakukan investgasi terhadap laporan dugaan keterlibatan “mafia” dalam sebuah proses penanganan perkara.

“Memang kita menghadapi sangat banyak kendala untuk membongkar dugaan-dugaan ini. Kadang-kadang ada orang yang melaporkan kepada kita, setelah kita investigasi ternyata awalnya ia juga terlibat (sebagai mafia), tapi karena kalah kemudian berbalik dan melaporkan lawannya kepada kita,” ungkap Soekotjo sembari menyebut beberapa contoh kendala lainnya.

Mengenai hasil yang telah diperoleh KY selama ini, Soekotjo mengatakan, jika memiliki bukti kuat, hasil investigasi yang dilakukan pihaknya akan direkomendasikan kepada pihak Mahkamah Agung (MA) untuk diambil tindakan. “Sampai saat ini, ada 27 hakim yang sudah kita rekomendasikan untuk ditindak,” timpal Muzayyin Mahbub.

Selama hampir dua jam kunjungannya ke Redaksi Serambi Indonesia, di kawasan Desa Meunasah Manyang, Pagar Air, Soekotjo mengaku mendapat sejumlah data-data baru tentang jalannya proses peradilan sejumlah kasus di Aceh. Ia berjanji akan menindaklanjuti sejumlah proses hukum yang diduga sarat masalah di sejumlah daerah di Aceh, untuk dilakukan investigasi lebih mendalam.

Di antara proses hukum/peradilan yang akan didalami oleh KY adalah mengenai penanganan kasus Atu Lintang, dan kasus dugaan mesum Ketua Pengadilan Negeri Sabang, Puji Wijayanto yang disebut-sebut hingga kini belum tersentuh hukum (Qanun Khalwat).

Namun, situs Komisi Yudisial, yang merilis berita Republika Online edisi Jumat, 11 April 2008, menyebutkan bahwa Ketua PN Sabang itu termasuk salah satu dari 18 hakim yang terkena hukuman dan tindakan disiplin dari MA, selama periode Januari 2007 hingga Maret 2008.(nal)

http://serambinews.com/old/index.php?aksi=bacaberita&beritaid=57694&rubrik=1&kategori=2&topik=16

Tidak ada komentar: